Senin, 11 Januari 2016


Tetralogi 4 Musim by Ilana Tan


Pada postingan saya kali ini, saya ingin memberikan ulasan mengenai Tetralogi 4 Musim karya Ilana Tan. Tetralogi 4 Musim ini terdiri atas 4 novel, yakni Summer in Seoul, Autumn in Paris, Winter in Tokyo, dan Spring in London.Jadi, keempat novel ini mengambil latar tempat dan waktu yang berbeda. Tokoh-tokoh dalam novel-novel ini saling berkaitan. Meski begitu, kita tidak perlu membacanya sesuai urutan, karena tidak berpengaruh apapun pada jalan ceritanya pada tiap novel.

Oke. Mari kita mulai dari novel pertamanya, yakni Summer in Seoul. Novel ini mengisahkan tentang sosok Han Soon Hee atau Sandy, gadis keturunan Indonesia-Korea yang melanjutkan kuliahnya di Seoul dan secara tak sengaja bertemu dengan Jung Tae Woo, penyanyi nuda terkenal yang mempersiapkancomeback-nya setelah vacuum selama 4 tahun. Tae Woo yang dihadapkan dengan gossip gay yang menimpa dirinya meminta bantuan pada Sandy untuk menjadi pacar pura-puranya. Sandy pun menerima tawaran tersebut dengan alasan ingin mengetahui masa lalu Tae Woo. Namun, secara tak terduga, perasaan cinta justru tumbuh diantara keduanya. Padahal, hal inilah yang selalu Sandy hindari sejak awal. Karena jika hubungan ini tetap diteruskan, maka akan semakin banyak orang yang terluka karena kenyataan masa lalu yang tak pernah bisa diubah.
Selanjutnya, Autumn in Paris mengisahkan tentang kisah cinta Tara Dupont, gadis keturunan Indonesia-Prancis, yang tak lain dan tak bukan adalah sepupu Sandy. Tara adalah seorang penyiar radio yang periang. Suatu ketika, ia bertemu dengan sosok Tatsuya Fujisawa, seorang arsitek dari Jepang. Tara tak pernah menyangka bahwa suatu saat nanti, ia akan jatuh cinta pada Tatsuya. Sementara itu, saat keduanya sudah saling mencintai, ada sebuah fakta menyakitkan yang terungkap tentang hubungan keduanya. Tidak mungkin bagi mereka untuk bersatu. Yang mengejutkan adalah akhir dari novel ini. Entah bagaimana saya harus menyebutnya, apakah novel ini memiliki akhir yang memuaskan atau justru menyedihkan.
Novel ketiganya, Winter in Tokyo, mengisahkan tentang dua sejoli yang saling mengenal karena apartemen mereka yang bersebelahan, yakni Keiko Ishida dan Kazuto Nishimura. Kazuto kembali ke Tokyo untuk melakukan pekerjaannya sebagai fotografer dan ia mendiami apartemen yang sebelumnya ditinggali oleh Tatsuya. Kazuto pergi ke Tokyo juga untuk melupakan mantan kekasihnya. Sementara itu, Keiko selalu nampak bersemangat dalam pencarian cinta pertamanya. Meski memiliki pengalaman cinta yang berbeda, mereka bisa bersahabat dengan baik, bahkan keduanya juga mulai saling merasakan cinta satu sama lain. Namun, mantan kekasih Kazuto justru kembali hadir dan Keiko berhasil menemukan cinta pertamanya. Keduanya berusaha untuk mengenyahkan perasaan suka itu. Namun, yang terjadi justru salah satu diantara mereka benar-benar melupakan kenangan diantara mereka berdua. Dalam novel ini, terdapat kejutan yang sangat menarik mengenai masa lalu Kazuto dan Keiko yang berhasil menyatukan mereka kembali.
Novel terakhir dari tetralogi ini, yakni Spring in London, mengisahkan tentang Danny Jo, seorang model yang berusaha mendapat perhatian dari Naomi Ishida, lawan mainnya dalam pembuatan video klip Jung Tae Woo, sekaligus saudara kembar Keiko. Sejak awal, Naomi memang berusaha untuk menghindari Danny karena kejadian di masa lalu yang melukai hatinya. Danny justru semakin gencar mendekati Naomi yang misterius itu. Sampai akhirnya, Danny harus menerima kenyataan pahit tentang masa lalu Naomi yang begitu gelap. Kenyataan ini mebuatnya tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.
Dari keempat novel karya Ilana Tan, bagi saya, Summer in Seoul adalah yang terbaik. Kisah cintanya benar-benar sangat manis dan romantis. Menurut saya, ceritanya ‘sangat Korea’. Tingkah setiap tokohnya juga lucu. Kata-kata yang dilontarkan juga sangat mengena di hati. Apalagi, kisahnya kan, menceritakan tentang seorang penyanyi dan orang biasa.
Nah, sekian tulisan saya mengenai Tetralogi 4 Musim karya Ilana Tan. Saya harap, tulisan ini bisa memberikan sedikit gambaran mengenai keempat novel tersebut


Kamis, 05 Februari 2015

Sunshine Becomes You - Ilana Tan

Cuplikan Novel Sunshine Becomes You - Ilana Tan





”Oh, celaka!” Mia terkesiap kaget ketika mengeluarkan ponsel dari tasnya. Alex Hirano sudah mencoba menghubunginya berkali-kali, tetapi Mia tidak menyadarinya karena ponselnya berada di dalam tasnya yang ditinggalkan di kursi penonton. Ia bergegas mengenakan celana jins dan sepatu, lalu berpamitan kepada guru tarinya.

Laki-laki itu pasti marah besar, pikir Mia cemas dan cepat-cepat menelepon Alex Hirano. Mia berlari-lari kecil menyusuri koridor di antara deretan kursi penonton ke arah pintu keluar.

Pada deringan kedua, suara Alex Hirano pun terdengar di ujung sana. ”Clark? Kenapa kau tidak menjawab teleponku?”

Mia mengernyit. ”Maaf,” katanya cepat. ”Aku tidak mendengar bunyi telepon.”

”Apakah kau tahu sudah berapa lama aku menunggu?”

”Maaf,” ulang Mia. ”Kau ada di mana sekarang? Aku akan segera ke sana.”

”Berhenti,” kata Alex Hirano tiba-tiba.

Mia otomatis berhenti melangkah walaupun ia tidak mengerti apa yang dimaksud laki-laki itu. ”Apa?”

”Ya, berhenti seperti itu,” kata Alex. ”Sekarang berputar ke kiri.”

Mia menuruti kata-kata Alex Hirano.

Dan mata Mia melebar kaget ketika melihat Alex Hirano duduk beberapa kursi jauhnya dari tempatnya berdiri. Laki-laki itu tersenyum kecil kepadanya sambil menurunkan ponsel dari telinga.

Mia mengerjap heran. Pertama, karena Alex Hirano tersenyum. Laki-laki itu belum pernah tersenyum kepadanya selama Mia mengenalnya. Alex memang sering tersenyum hambar dan sinis, tetapi itu tidak bisa dihitung sebagai ”senyuman”, bukan? Kedua, karena Alex Hirano ada di sana. Mia tidak tahu mana yang lebih mengherankan baginya.

”Kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Mia sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, seolah-olah mencari seseorang yang bisa menjelaskan kenapa Alex Hirano ada di sana, lalu kembali menatap laki-laki itu. ”Sudah berapa lama kau di sini?”

Alex Hirano memasukkan ponselnya ke saku celana dan berkata ringan, ”Omong-omong, kau sudah boleh menurunkan ponselmu.”

Mia tersentak dan menyadari ponselnya masih ditempelkan ke telinga. Ia buru-buru memasukkannya kembali ke dalam tas. Ia baru ingin mengulangi pertanyaannya ketika Alex menyelanya.

”Jadi itu yang dinamakan tari kontemporer,” gumam Alex sambil memandang ke arah panggung, tempat para penari sibuk berlatih.

Mia tidak tahu apakah Alex Hirano sedang membicarakannya atau para penari di panggung itu. Apakah laki-laki itu melihatnya menari tadi?

”Aku tidak menyangka kau mendengarkan lagu-lagu Italia,” lanjut Alex sambil kembali menoleh ke arah Mia.

Oh ya, laki-laki itu sudah ada di sini ketika Mia menari tadi.

Mia mengangkat bahu dan membalas, ”Aku bahkan tidak menyangka kau tahu lagu itu lagu Italia.”

Alex Hirano menatap Mia dengan mata disipitkan, tetapi kali ini Mia tidak merasa ingin mundur teratur. Tatapan Alex kali ini bukan tatapan dingin dan bermusuhan. Dan omong omong, Alex juga tidak marah-marah karena tidak bisa menghubungi Mia dan terpaksa harus menunggu. Mengherankan sekali.

”Aku ini musisi,” sahut Alex dengan sebersit nada angkuh dalam suaranya. ”Tentu saja aku tahu semua jenis lagu dan musik.”

Mia ingin membalas bahwa bukan musisi saja yang perlu tahu tentang musik. Penari juga perlu. Tetapi saat itu Alex berdiri dari tempat duduknya dan melangkah keluar dari deretan kursi penonton, jadi Mia mengurungkan niatnya dan menyingkir sedikit untuk memberi jalan.

Alex keluar dari teater dan Mia mengikutinya dari belakang. ”Jadi kau sudah bertemu dengan gurumu?” tanya Mia berbasa-basi sambil mengenakan jaket luarnya.

Alex mengangguk. ”Sudah.”

”Gurumu masih ingat padamu?”

”Tentu saja,” sahut Alex dengan nada tersinggung, seolah-olah semua orang di Juilliard pasti tahu siapa dirinya.

Mia tidak berkomentar.

Alex ragu sejenak, lalu akhirnya bertanya, ”Yang tadi itu guru tarimu?”

Mia melirik Alex. Sungguh, laki-laki itu agak berbeda hari ini. Ia mengajaknya mengobrol, padahal biasanya ia hanya akan bicara dengan kalimat pendek dan seperlunya. Sepertinya suasana hati Alex Hirano sedang baik hari ini.

”Ya,” sahut Mia singkat. ”Salah satunya.”

”Dia sangat memujimu tadi.”

”Benarkah?” gumam Mia sambil lalu.

Alex menoleh menatapnya. ”Katanya kau salah satu penari terbaiknya.”

”Oh ya?” Mia mengangkat bahu. ”Banyak penari lain yang lebih baik dariku. Omong-omong, kau mau pergi ke mana sekarang? Pulang? Bagaimana kalau kau tunggu di pintu depan dan aku akan pergi mengambil mobil…”

Alex menggeleng dan menyela, ”Aku belum ingin pulang.”

”Oh? Lalu kau mau pergi ke mana?”

Alex berpikir sejenak. Lalu sekali lagi seulas senyum samar tersungging di bibirnya dan ia berkata, ”Toko musik.”